✨Menggapai Surga di Usia Muda: Kisah Salim bin Abdillah yang Berani Menegur Penguasa

      
Ilustrasi digital gerbang lengkung bergaya arsitektur Islam dengan pintu kayu tertutup, dihiasi kaligrafi Arab “سالم بن عبد الله” dan transliterasi latin “Salim bin Abdillah”, berlatar cahaya keemasan yang memancar dari balik pintu

Assalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh

Di tengah hiruk-pikuk pasar Madinah, seorang pemuda berjalan tegap. Sorot matanya teduh, tapi suaranya lantang saat kebenaran harus dibela. Ia bukan pedagang, bukan panglima, bukan pula pejabat. Namun kata-katanya membuat penguasa terdiam.

Dialah Salim bin Abdillah bin Umar bin Khattab, cucu dari khalifah kedua umat Islam, Umar bin Khattab RA — seorang pemuda yang tidak menjual imannya demi kenyamanan atau jabatan.


🌱 Jejak Keturunan dan Didikan Iman

Salim tumbuh di keluarga yang penuh cahaya ilmu. Ayahnya, Abdillah bin Umar, adalah sahabat Rasulullah ﷺ yang terkenal tegas dalam memegang sunnah. Dari kecil, Salim dibesarkan dengan kisah-kisah teladan dan hafalan Al-Qur’an, bukan sekadar harta atau kemewahan.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

"Ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya, salah satunya adalah pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah."
(HR. Bukhari & Muslim)

Hadits ini seakan hidup dalam diri Salim — pemuda yang masa mudanya dipenuhi ibadah, bukan kesia-siaan.


🔥 Ujian Keberanian: Menegur Penguasa

Suatu ketika, Gubernur Madinah menggelar acara besar. Makanan mewah tersaji, para pejabat berkumpul. Salim diundang.
Namun, ia melihat kemewahan itu bercampur dengan kemungkaran. Tanpa ragu, Salim berdiri dan menegur sang gubernur:

"Wahai pemimpin, takutlah kepada Allah! Kemewahan ini akan dipertanyakan di hadapan-Nya."

Semua terdiam. Tidak ada yang berani berkata begitu, kecuali Salim. Bagi dia, nasihat di hadapan penguasa adalah bentuk cinta kepada umat dan iman, meski berisiko kehilangan kedudukan di mata manusia.


🪞 Pelajaran untuk Pemuda Zaman Sekarang

Di era media sosial, keberanian sering diartikan sebagai berkomentar pedas di kolom komentar. Tapi Salim mengajarkan, keberanian sejati adalah berkata benar di waktu dan tempat yang tepat — meski bisa mengorbankan kenyamanan pribadi.

Pertanyaannya: Beranikah kita menegur sahabat dekat, atasan, atau bahkan diri sendiri ketika melihat kemungkaran?


🌿 Tantangan Pekan Ini

  1. Latih diri untuk berkata benar dengan santun, minimal sekali dalam interaksi pekan ini.

  2. Pilih satu sunnah Rasulullah ﷺ dan istiqamahkan, meski lingkungan tidak mendukung.

  3. Batasi waktu konsumsi konten media sosial yang mengikis semangat ibadah.

Wassalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh

📚 Referensi

  1. HR. Bukhari & Muslim

  2. Ibnu Sa’d, Thabaqat al-Kubra

  3. Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’


    📖 Baca juga:

    Komentar

    Postingan populer dari blog ini

    ✨Singa Betina dari Quraisy: Shafiyyah binti Abdul Muthalib, Benteng Iman Sepanjang Zaman

    🌌Belajar Mendengarkan Menurut Islam: Hadir dengan Hati, Bukan Sekadar Telinga

    🕌Hidup Lebih Tenang dengan Ikhlas: Belajar dari Kisah Sahabat dan Ulama