✨Siti Khadijah RA: Teladan Keteguhan, Cinta, dan Pengorbanan
Assalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh
“Dia beriman kepadaku saat orang lain mendustakanku, dia membenarkanku saat orang lain mengingkariku, dan dia mengorbankan hartanya untukku ketika orang lain menahannya dariku.”
(HR. Ahmad)
Bagaimana jika sebuah rumah bukan hanya menjadi tempat pulang, tetapi juga benteng perjuangan?
Bayangkan sebuah rumah di Makkah yang tak pernah sepi dari senyum, doa, dan dukungan.
Di dalamnya, seorang perempuan mulia berdiri teguh, menjadi bahu tempat Rasulullah ﷺ bersandar pada hari pertama beliau pulang dari Gua Hira — wajah pucat, tubuh bergetar, membawa kabar bahwa Jibril telah datang.
Dialah Siti Khadijah RA — cahaya pertama yang menyinari hati Nabi ﷺ dengan keyakinan, ketika dunia sekitar gelap oleh keraguan.
🌟 Awal Perjumpaan yang Mengubah Sejarah
Khadijah adalah seorang saudagar sukses, terkenal karena kehormatan, kecerdasan, dan kebaikan hati.
Ia mendengar tentang kejujuran Muhammad bin Abdullah, lalu mempercayakan dagangannya untuk dibawa ke Syam.
Keuntungan besar dan laporan positif dari pembantunya, Maisarah, membuatnya yakin: ini bukan lelaki biasa.
Lamaran pun disampaikan. Usia yang terpaut tidak menjadi penghalang — justru menandakan kedewasaan hati.
Pernikahan mereka menjadi rumah yang penuh keberkahan dan ketenangan.
🕊️ Pelukan Pertama Saat Wahyu Turun
Ketika wahyu pertama turun di Gua Hira, Rasulullah ﷺ pulang dengan dada berguncang.
Khadijah tidak bertanya panjang. Ia memeluk, menenangkan, dan membenarkan — sebelum akhirnya mengajak suaminya menemui Waraqah bin Naufal.
Itulah pelukan pertama yang bukan sekadar pelukan fisik, tapi pelukan iman yang membungkus ketakutan menjadi keteguhan.
🌪️ Ujian Boikot yang Mencekik
Namun kebahagiaan rumah mereka tidak lepas dari ujian berat.
Tiga tahun masa boikot Quraisy menjadi cobaan fisik dan batin.
Di lembah sempit yang gersang, udara panas membakar siang hari, sementara malam hanya diselimuti suara rintih anak-anak yang kelaparan. Makanan hampir tak ada.
Khadijah bertahan bersama Rasulullah ﷺ dan para pengikutnya, mengorbankan seluruh hartanya demi kelangsungan dakwah.
Tubuhnya mulai melemah, tetapi semangatnya tak pernah padam.
💔 Tahun Kesedihan
Tidak lama setelah boikot berakhir, Khadijah wafat.
Rasulullah ﷺ kehilangan sahabat, pendukung, dan cinta sejatinya dalam satu waktu. Tahun itu dikenal sebagai ‘Aamul Huzn — Tahun Kesedihan.
Namun jejak cintanya tetap hidup. Rasulullah ﷺ kerap menyebut namanya, mengirim hadiah kepada sahabat-sahabat lamanya, dan menangis ketika mengenang kebaikannya.
🪞 Refleksi untuk Kita
Kisah Khadijah RA mengajarkan:
-
Cinta sejati bukan sekadar rasa, tapi kesetiaan yang menguatkan iman.
-
Kekayaan bermakna ketika menjadi bahan bakar kebaikan.
-
Dukungan moral bisa menjadi pelindung jiwa di tengah badai.
Di zaman ini, adakah kita menjadi pendukung kebenaran seperti Khadijah?
Atau kita justru mundur saat perjuangan mulai terasa berat?
📌 Tantangan untuk Pekan Ini
💌 Dukung teman atau keluarga yang sedang berjuang menegakkan kebaikan.
🤲 Gunakan sebagian rezeki untuk amal yang mendukung dakwah.
🕊️ Latih diri untuk mendengarkan dengan empati sebelum memberi nasihat.
Jika Khadijah RA mampu mengorbankan segalanya untuk mendukung kebenaran, apa yang sudah kita berikan hari ini?
Wassalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh
📚 Referensi
-
HR. Ahmad no. 24864
-
Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. Sirah Nabawiyah
-
Martin Lings, Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources
-
Ibn Hajar al-Asqalani, Al-Ishabah fi Tamyiz al-Sahabah
Komentar
Posting Komentar