Di Balik Ketidakpastian, Allah Menunggu Kita Pulang

Seorang pemuda berjalan di jembatan gantung yang bergoyang, dengan latar belakang langit biru, melambangkan tawakal kepada Allah di tengah ketidakpastian

Assalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh.

Pernahkah kau berdiri di tengah hari-hari yang tak lagi kau mengerti?
Pekerjaan yang dulu stabil tiba-tiba hilang. Hubungan yang kau kira kuat, ternyata retak.
Rencana yang kau susun rapi… berantakan dalam semalam.

Rasanya seperti berdiri di tengah gurun yang sunyi. Tak tahu ke mana arah pulang.
Tapi justru di sanalah, suara yang paling lembut bisa terdengar.
Suara panggilan dari Tuhanmu:

“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”
(QS. Al-Ma’idah: 23)


Ketika Dunia Goyah, Allah Tetap Kukuh

Kita sering merasa hidup ini dalam genggaman.
Kita susun target, kita buat rencana, kita pegang kendali…
sampai sesuatu mengguncang kita dan menyadarkan:

Kita tidak pernah benar-benar menguasai apa pun.

Dan saat semua terasa rapuh, di situlah Allah memanggil.
Bukan dengan teriakan, bukan dengan ancaman,
tapi dengan ketidakpastian yang lembut.
Agar kita kembali bergantung kepada-Nya—satu-satunya yang tak pernah berubah.


Pak Hadi dan Kehilangan yang Menumbuhkan

Ada satu kisah nyata yang tak pernah saya lupakan.

Pak Hadi, seorang kepala keluarga, kehilangan pekerjaannya setelah 15 tahun.
Tiga anak, cicilan rumah, dan masa depan yang ia kira aman—semuanya tiba-tiba terancam.
Tapi yang terjadi bukan kejatuhan… melainkan kebangkitan.

Dengan tangan kosong dan hati bertawakal, ia mulai menjual gorengan.
Lalu katering. Lalu membuka lapangan kerja kecil untuk tetangganya.
Tiga tahun berlalu, rezekinya tak sekaya dulu. Tapi hatinya jauh lebih tenang.

“Setiap pagi saya berkata, Ya Allah, aku tak tahu dari mana rezekiku datang,
tapi Engkau Maha Mengetahui,” katanya.


Zaman Ini: Waktu yang Berguncang Setiap Saat

Hari ini, dunia berputar terlalu cepat.
Ekonomi berubah. Teknologi menuntut. Relasi renggang.
Media sosial membuat kita membandingkan hidup dengan kehidupan orang lain yang sebenarnya juga rapuh.

Jika kita hanya bersandar pada dunia,
maka sedikit guncangan saja akan membuat kita roboh.
Tapi jika kita belajar bersandar pada Allah…
maka badai pun terasa teduh.

“Allah adalah sebaik-baik Pelindung dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.”
(QS. Yusuf: 64)


Tawakal: Keheningan yang Menenangkan

Tawakal bukanlah pasrah.
Tawakal adalah ketika kita berusaha sepenuh hati,
lalu meletakkan hasilnya di tangan Allah,
seperti meletakkan hati di atas hamparan yang paling halus dan tidak ingin menjatuhkannya.

Psikologi modern menyebutnya “acceptance”.
Islam telah menyebutnya sejak awal: tawakal.

“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal,
niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung:
pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi no. 2344)


Satu Langkah Kecil untuk Jiwa yang Goyah

Hari ini, kalau hatimu terasa limbung,
jangan buru-buru mencari solusi.
Berhenti dulu. Ambil napas. Lalu renungkan:

Apakah ini benar-benar musibah,
atau mungkin… ini adalah panggilan Allah?

Cobalah lakukan satu hal kecil yang membasuh jiwa:

  • Menulis kekhawatiranmu di secarik kertas, lalu baca pelan di hadapan Allah.

  • Ucapkan satu ayat tentang tawakal, lalu diam.

  • Peluk dirimu sendiri dan katakan: “Tidak apa-apa. Allah melihatku.”


Renungan Terakhir: Apa yang Ingin Allah Ajarkan Hari Ini?

Bukan kenapa ini terjadi padamu,
tapi apa yang Allah ingin kau pelajari lewat ini?

Mungkin kehilangan ini adalah ruang.
Mungkin kegagalan ini adalah jendela.
Mungkin ketidakpastian ini adalah jalan pulang.

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar.
Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”
(QS. At-Talaq: 2–3)


Wassalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh.
Semoga tulisan ini menemanimu di persimpangan hidup.
Jika hatimu sedang goyah, biarlah kata-kata ini memelukmu perlahan:

“Di dunia yang tak pernah tenang, hanya Allah yang membuat hati tetap teduh.”


Baca juga:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumayyah binti Khayyat & Keteguhan yang Menembus Langit

Suara Zainab: Keberanian Putri Ali yang Menggetarkan Kekuasaan

AI dalam Dakwah: Manfaat, Bahaya, dan Hikmah yang Harus Dijaga