🕌 Ngopi Bareng tapi Tetap Jaga Pandangan: Adab Islami di Era Nongkrong dan Media Sosial
🕌 Assalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh,
Aroma kopi mengepul, tawa teman-teman mengalun, suasana hangat terasa di kafe sore itu. Semua tampak indah… hingga tiba-tiba mata kita tanpa sadar berkelana. Seolah biasa, padahal dari situlah pintu kecil godaan bisa masuk dan mengganggu keberkahan pertemuan.
Nongkrong itu tidak salah. Ia bisa jadi ladang silaturahmi, berbagi cerita, dan meredakan penat. Namun, sebagai Muslim, kita diajak menjaga agar setiap kebersamaan tetap bernilai ibadah. Salah satu kuncinya adalah menjaga pandangan (ghadhul bashar), sebagaimana perintah Allah ﷻ:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman agar mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
(QS. An-Nūr: 30)
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini sebagai penjagaan hati dari pandangan yang tidak halal, karena mata adalah pintu masuk fitnah.
Lalu bagaimana caranya agar nongkrong tetap asik, hati terjaga, dan keberkahan tetap hadir? Mari kita renungkan.
1. Posisi Duduk, Posisi Hati
Sering kali arah duduk menentukan arah pandangan. Menghadap keramaian membuat mata sibuk, sementara memilih sudut tenang justru membantu hati lebih fokus.
Pernahkah merasa lebih damai saat duduk menghadap jendela, pohon, atau tembok sederhana, daripada menatap lalu-lalang orang? Ternyata, menjaga pandangan bisa dimulai dari langkah sederhana seperti ini.
2. Obrolan yang Menjaga Jiwa
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”
(HR. Tirmidzi)
Suasana nongkrong biasanya penuh canda, tapi isi percakapanlah yang menentukan keberkahannya. Bicara tentang pengalaman berharga, rencana kebaikan, atau sekadar nasihat ringan bisa menghidupkan jiwa.
Sebaliknya, larut dalam gosip hanya membuat hati berat. Pulang bukannya tenang, malah penuh penyesalan.
3. Waktu yang Terbatas, Nilai yang Mendalam
Terlalu lama nongkrong kadang membuat obrolan melebar ke arah sia-sia. Islam mengajarkan bahwa waktu adalah amanah.
Membatasi durasi nongkrong bukan berarti membatasi kebersamaan, tapi justru menjaga kualitas. Seperti kopi, terlalu lama dibiarkan, aromanya hilang, rasanya hambar. Begitu pula pertemuan: singkat tapi bermakna lebih berkesan daripada panjang tapi kosong.
4. Tatapan yang Terkendali
Sekali pandang mungkin tak disengaja. Tapi tatapan berulang adalah pilihan.
Rasulullah ﷺ mengingatkan:
“Pandangan adalah salah satu panah beracun dari panah-panah Iblis. Barang siapa menundukkan pandangannya karena Allah, niscaya Allah akan memberinya manisnya iman yang ia dapati di hatinya.”
(HR. Hakim)
Hati yang mulai resah adalah tanda bahwa mata butuh dikendalikan. Alihkan pandangan, sebut nama Allah, dan istighfar.
5. Nongkrong di Dunia Digital
Hari ini, nongkrong tak hanya di warung kopi, tapi juga di grup WhatsApp, forum daring, dan media sosial. Justru di sana pandangan lebih mudah tergelincir.
Satu klik, satu geser, bisa mengantarkan pada gambar atau video yang merusak hati. Menjaga pandangan di dunia digital bahkan lebih berat, karena godaan datang tanpa batas waktu.
Ingatlah, sama seperti sanad hadis yang diteliti para ulama, begitu pula kita perlu meneliti apa yang masuk ke mata dan hati.
Nongkrong yang Berkah
Nongkrong tidak dilarang. Dengan adab yang terjaga, ia bisa menjadi ladang pahala: mempererat persaudaraan, menambah wawasan, saling menasihati dalam kebaikan.
🌿 Renungan hari ini:
Saat nongkrong berikutnya tiba, tanyakan pada hati:
“Apa yang akan kubawa pulang dari pertemuan ini? Sekadar canda dan lelah, atau juga pahala dan ketenangan jiwa?”
👐 Semoga Allah menjadikan setiap kebersamaan kita sarana untuk menambah iman, bukan menguranginya.
🕌 Wassalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh.
📚 Referensi
-
Al-Qur’an, QS. An-Nūr: 30
-
HR. Tirmidzi, Kitab Zuhud
-
HR. Hakim, Al-Mustadrak
-
Tafsir Ibnu Katsir, QS. An-Nūr: 30
Komentar
Posting Komentar