🌌Kesalehan yang Tidak Mendarat di Bumi

                                                      Ilustrasi siluet dua sosok di bawah langit senja, satu tangan terangkat berdoa ke langit, satu tangan lain mengulurkan roti kepada yang membutuhkan, melambangkan kesalehan yang melangit dan membumi

🌙 Kesalehan yang Hampa di Bumi

Masjid penuh jamaah, lantunan doa menggema, tangan terangkat tinggi. Namun begitu keluar dari pintu masjid, sebagian dari kita kembali kepada rutinitas lama: menyakiti tetangga dengan ucapan, menipu dalam transaksi, cuek terhadap penderitaan fakir miskin.

Inilah fenomena yang disebut kesalehan yang tidak mendarat di bumi—ibadah naik ke langit, tapi tak menetes jadi akhlak di bumi.


📖 Al-Qur’an: Ibadah Sejati Harus Membumi

Allah ﷻ berfirman:

“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) yang lalai dari shalatnya, yang berbuat riya, dan enggan menolong dengan barang berguna.”
(QS. Al-Ma’un: 1–7)

Ayat ini mengejutkan: orang yang shalat pun bisa celaka bila ibadahnya tak membuatnya peduli pada yatim dan miskin.

Allah juga menegaskan:

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu kebajikan. Akan tetapi kebajikan ialah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab, nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir, orang yang meminta, dan memerdekakan hamba sahaya; mendirikan shalat dan menunaikan zakat; menepati janji bila berjanji; serta sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya, dan mereka itulah orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah: 177)

Kesalehan yang benar bukan hanya ritual, tapi menyatu dengan akhlak sosial.


🌿 Hadits: Iman dan Akhlak Tak Terpisah

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
(HR. Ahmad)

Beliau juga menegaskan:

“Bukanlah seorang mukmin yang kenyang sementara tetangganya kelaparan di sampingnya.”
(HR. Thabrani)

Hadits-hadits ini mengikat iman, ibadah, dan kepedulian sosial sebagai satu kesatuan.


🕌 Teladan Rasulullah ﷺ

Rasulullah ﷺ tidak hanya ahli ibadah di malam hari, tapi juga sangat peduli pada orang miskin.

  • Beliau sering berbagi makanan hingga hanya menyisakan sedikit untuk keluarganya.

  • Saat shalat malam, beliau menangis membaca ayat azab, tapi di siang hari beliau tersenyum kepada sahabat, membantu pekerjaan rumah, dan memikul beban umat.

  • Suatu hari seorang wanita tua miskin datang meminta bantuan. Rasulullah ﷺ langsung bangkit, menyiapkan makanan, dan mengantarnya sendiri.

Kesalehan beliau tidak melayang di langit, tapi menetes ke bumi, menghidupi orang-orang di sekitarnya.


🕌 Teladan Khalifah

1. Abu Bakar ash-Shiddiq

Meski jadi khalifah, Abu Bakar tetap mengurus kebutuhan janda tua yang buta. Ketika orang lain baru tahu, mereka terkejut: khalifah ternyata masih menyapu dan menyiapkan makanan untuk rakyat kecil.

2. Umar bin Khattab

Ia sering berkeliling malam untuk memastikan rakyat kenyang. Pernah memikul sendiri karung gandum demi seorang ibu miskin, lalu memasaknya di hadapan anak-anak lapar.

3. Ali bin Abi Thalib

Ali selalu menyisihkan sebagian hartanya untuk fakir miskin. Ia bahkan pernah menyumbangkan roti terakhir keluarganya kepada pengemis, hingga turun QS. Al-Insan: 8–9 sebagai pujian.

Kisah-kisah ini menegaskan: kesalehan pemimpin sejati tampak dari kepedulian sosialnya.


🧠 Perspektif Sosial Modern

Di era digital, muncul fenomena kesalehan maya: rajin memposting kutipan Islami, tapi kasar di kolom komentar. Rajin mengikuti kajian daring, tapi abai pada tetangga miskin di sebelah rumah.

Sosiolog menyebut ini sebagai performative religiosity—kesalehan yang ditampilkan untuk citra, bukan untuk perubahan nyata.

Data juga menunjukkan, meski jumlah jamaah masjid meningkat di bulan Ramadhan, angka korupsi dan ketimpangan sosial masih tinggi. Ini bukti bahwa kesalehan ritual belum sepenuhnya mendarat di bumi.


🔍 Akar Masalah

  1. Ibadah yang dipersempit → hanya ritual, lupa dimensi sosial.

  2. Riya digital → ibadah dijadikan branding di media sosial.

  3. Budaya individualistik → merasa cukup bila pribadi rajin shalat, meski tetangga kelaparan.

  4. Kurangnya pendidikan akhlak → banyak hafal doa, tapi minim adab.


💡 Solusi Islami: Membumikan Kesalehan

1. Level Individu

  • Hadirkan niat ikhlas: setiap ibadah harus mempengaruhi akhlak.

  • Praktikkan akhlak kecil: senyum, salam, menolong tetangga.

  • Sisihkan harta untuk sedekah rutin.

2. Level Keluarga

  • Jadikan rumah sekolah akhlak: biasakan doa bersama, berbagi makanan.

  • Ajarkan anak bahwa kesalehan bukan hanya shalat, tapi juga menolong teman.

3. Level Masyarakat

  • Majelis ilmu harus menekankan adab dan akhlak sosial.

  • Gerakan sedekah kolektif: masjid jadi pusat distribusi pangan.

  • Amar ma’ruf nahi munkar: budaya saling mengingatkan dengan cinta.


💭 Pertanyaan Reflektif

  • Apakah shalatku sudah membuatku lebih peduli pada tetangga?

  • Apakah zakatku sudah benar-benar sampai pada yang membutuhkan?

  • Apakah kesalehanku hanya di layar HP atau nyata dalam kehidupan?


🌟 Klimaks: Kesalehan yang Melangit vs Membumi

Kesalehan yang melangit tapi tidak membumi hanyalah bayangan kosong. Ibadah yang tidak menumbuhkan akhlak hanyalah rutinitas fisik tanpa ruh.

“Allah tidak butuh shalat kita jika shalat itu tidak mencegah kita dari kejahatan. Allah tidak butuh puasa kita jika puasa itu tidak membuat kita peduli pada yang lapar.”

Kesalehan sejati adalah ketika doa kita sampai ke langit, dan akhlak kita menyentuh bumi.


🤲 Doa Penutup

اللَّهُمَّ اجْعَلْ عِبَادَتَنَا صَادِقَةً تُقَرِّبُنَا إِلَيْكَ، وَاجْعَلْ صَلَاتَنَا نُورًا فِي الْقَلْبِ وَحُسْنَ خُلُقٍ فِي الْحَيَاةِ، وَارْزُقْنَا قَلْبًا رَحِيْمًا بِالْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ.

“Ya Allah, jadikan ibadah kami tulus mendekat kepada-Mu, jadikan shalat kami cahaya di hati dan akhlak indah dalam hidup, serta karuniakan kami hati yang penuh kasih pada fakir miskin.”


📚 Referensi:

  • Al-Qur’an: QS. Al-Ma’un: 1–7, QS. Al-Baqarah: 177, QS. Al-Insan: 8–9

  • HR. Ahmad – iman dan akhlak

  • HR. Thabrani – mukmin dan tetangganya

  • Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin

  • Ibn Qayyim, Madarij as-Salikin


📖 Baca juga:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

🕌Keutamaan Membaca Shalawat Nabi ﷺ

🕌 Amal Jariyah dalam Islam: Bekal Abadi yang Tidak Terputus

✨ Syekh Yusuf al-Makassari: Ulama Pejuang dari Sulawesi yang Harumnya Menembus Dunia