Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2025

Normalisasi Keburukan: Ketika Hati Tak Lagi Terusik oleh Maksiat

Gambar
                                                       "Dosa itu bahaya. Tapi dosa yang dianggap biasa — itu jauh lebih mematikan." Assalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh, Bayangkan ini: Seorang remaja membuka TikTok. Kontennya: umpatan kasar dibungkus komedi. Video selanjutnya: orang berjoget dengan pakaian terbuka diiringi musik vulgar. Lalu yang muncul: diskusi publik yang menertawakan agama, tapi dipuji sebagai "kritis dan terbuka". Dulu, kita akan kaget. Kini, kita hanya scroll. Apa yang dulu dianggap maksiat, kini jadi hiburan. Apa yang dulu dijaga rapat sebagai aurat, kini dibanggakan sebagai tren. Inilah yang disebut  normalisasi keburukan . ❓ Apa Itu Normalisasi Keburukan? Normalisasi keburukan adalah ketika perilaku maksiat perlahan dianggap biasa—bahkan dibanggakan. Yang dulunya membuat hati bergetar, kini membuat kita ikut tert...

🌿 Rapikan Hidup, Ringankan Hati: Minimalisme dalam Perspektif Islam

Gambar
                                        “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takatsur: 1–2) Assalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh, Saudaraku yang dirahmati Allah, Pernahkah engkau merasa begini: rumah penuh barang, tapi hati tetap terasa sesak? Lemari sesak, meja sempit, rak tak lagi menampung… namun batin tetap gelisah? Dalam psikologi, ini disebut clutter fatigue — kelelahan mental karena terlalu banyak barang. Namun dalam Islam, ini bisa menjadi hati yang tertutup oleh dunia . Hari ini, mari kita merenung: Bisakah hidup yang lebih sederhana, membuat hati lebih tenang dan iman lebih lapang? 🕊️ Minimalisme dalam Islam: Bukan Kurang, Tapi Memilih Makna Minimalisme bukan sekadar buang barang. Dalam Islam, ia adalah kesadaran untuk hidup cukup, berkah, dan tidak terikat dunia . “Sesungguhnya orang-orang yang hidup sederha...

🌿 Muslim Cerdas Digital: Menjadi Pengguna Teknologi yang Bertaqwa

Gambar
                                                      “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang di langit dan di bumi semuanya, sebagai rahmat dari-Nya.” (QS. Al-Jatsiyah: 13) Assalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh, Saudaraku yang dirahmati Allah, Di era serba digital ini, kita bangun pagi bukan mencari Tuhan, tapi mengecek notifikasi. Kita terkoneksi setiap saat, tapi justru sering merasa terputus dari makna hidup. Apakah kita yang mengendalikan teknologi, atau teknologi yang diam-diam mengendalikan hati kita? Hari ini, mari kita tidak hanya berbicara tentang perangkat, tapi tentang iman di balik layar . Tentang bagaimana menjadi Muslim yang cerdas secara spiritual , bukan hanya cerdas secara digital. 🕊️ Teknologi Netral, Tapi Hati Kita Tidak Teknologi seperti pisau: bisa menjadi alat kebaikan, bisa juga menajamkan kelalaian. Bukan alatnya...

💔 Kenapa Hati Sering Gelisah? Ini Bukan Sekadar Masalah Emosi, Ini Panggilan Jiwa

Gambar
                                                           “Ada kegelisahan yang sunyi, tak bersuara—tapi menusuk seperti hujan malam yang tak kunjung reda.” 🌧️ Ketika Hidup Tampak Normal Tapi Hati Kosong Pernahkah kamu merasa gelisah… Padahal tidak sedang sakit, tidak sedang ada masalah besar, dan tidak tahu harus marah kepada siapa? Kamu makan cukup. Tidur cukup. Tapi hati terasa kosong. Seperti ada ruang yang tak bisa dijelaskan. Sunyi. Dingin. Mengganggu. Dan kamu hanya bisa duduk diam, bertanya dalam hati: “Kenapa aku merasa seperti ini?” Di era penuh stimulasi ini, wajar jika kita sesekali kehilangan arah. Namun jika kegelisahan menjadi rutinitas sunyi yang tak kamu pahami, bisa jadi itu bukan masalah dunia… tapi sinyal dari dalam jiwa. 🔍 Apa Sebenarnya Penyebab Kegelisahan Itu? Allah menjawabnya dengan sangat jernih: “Ketahuilah, ...

🌿 Keseimbangan Hidup Islami di Era Digital

Gambar
                                                      “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari kenikmatan dunia...” — QS. Al-Qashash: 77 Assalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh, Saudaraku yang dirahmati Allah, Di zaman yang serba cepat dan serba sibuk ini, banyak di antara kita merasa aktif secara fisik tapi kosong secara batin. Kita hadir di banyak ruang, tapi absen di hadapan diri sendiri. Kita mengejar layar dan prestasi, tapi kehilangan makna dan kedekatan dengan keluarga maupun Allah. Kita akan merenungkan: Bagaimana cara membangun kembali keseimbangan hidup Islami di era digital ini—agar tidak hanya sukses di dunia, tapi juga tenang dan terarah di jiwa? 🕊️ Ketika Hidup Sibuk, Tapi Jiwa Kosong Bayangkan seorang ibu muda yang sepanjang hari bekerj...