✨ Bilal bin Rabah: Muadzin Rasulullah dan Adzan yang Membuat Madinah Menangis

Assalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh
Di tengah gurun pasir yang membakar, suara itu tetap terdengar.
Bukan suara pedang, bukan teriakan perang, tapi lantunan penuh iman:
“Ahad… Ahad…”
(Satu… Satu…)
Suara Bilal bin Rabah menembus langit, meski setiap teriakan diiringi cambukan dan batu panas di dadanya.
Inilah kisah seorang hamba sahaya yang menjadi muadzin pertama Rasulullah ﷺ, dan lelaki yang suaranya membuat seluruh Madinah menangis.
🔥 Dari Perbudakan ke Kemerdekaan Iman
Bilal adalah budak milik Umayyah bin Khalaf di Makkah.
Setiap kali ia mengucap Lā ilāha illallāh, cambuk singgah di punggungnya.
Namun, di tengah siksaan, ia tidak menyerah.
Suatu hari, Abu Bakar Ash-Shiddiq RA datang menebusnya dengan harga yang tinggi.
Sejak saat itu, Bilal bebas secara fisik — tapi ia sudah lama merdeka dalam iman.
📣 Muadzin Pertama Rasulullah ﷺ
Di Madinah, saat panggilan shalat mulai disyariatkan, Rasulullah ﷺ menunjuk Bilal sebagai muadzin.
Suara lantangnya menyapu rumah-rumah kaum muslimin, memanggil mereka kepada shalat lima waktu.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik muadzin adalah Bilal.”
(HR. At-Tirmidzi, no. 200)
Bagi Bilal, setiap adzan adalah pengakuan bahwa tiada tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad ﷺ adalah utusan-Nya — kalimat yang dulu ia pertaruhkan nyawanya untuk ucapkan.
🌑 Saat Rasulullah Wafat
Hari itu, Madinah diselimuti duka. Rasulullah ﷺ wafat.
Bilal mencoba mengumandangkan adzan, tapi suaranya pecah di tengah-tengah.
Tangisnya pecah, diikuti tangis seluruh penduduk Madinah.
Tidak sanggup lagi, Bilal memutuskan meninggalkan Madinah dan ikut berjuang di medan jihad hingga ke Syam.
🌙 Adzan Terakhir di Madinah
Bertahun-tahun kemudian, Bilal kembali ke Madinah pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA.
Atas permintaan cucu Rasulullah ﷺ, ia kembali naik ke menara.
Saat kalimat “Ashhadu anna Muhammadan Rasulullah” terdengar, seisi Madinah menangis — seakan suara itu menghidupkan kembali kenangan bersama Nabi ﷺ.
🪞 Refleksi untuk Kita
Keteguhan Bilal bukan hanya soal suara yang lantang, tapi keberanian untuk mempertahankan iman di tengah ancaman.
Di zaman sekarang, kita mungkin tidak dicambuk atau disiksa, tapi bisakah kita menjaga adzan hati kita tetap lantang di tengah godaan dunia?
Pertanyaannya, apa yang menjadi “batu panas” di dada kita hari ini?
Apakah itu harta, popularitas, atau rasa takut kehilangan?
📌 Tantangan Pekan Ini
-
Menyempatkan waktu untuk menjawab adzan di masjid terdekat minimal sekali sehari.
-
Menjaga kalimat Lā ilāha illallāh dalam hati saat menghadapi ujian.
-
Membaca biografi sahabat Nabi untuk menguatkan iman.
Wassalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh
📚 Referensi
-
HR. At-Tirmidzi, no. 200
-
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah
-
Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’
Komentar
Posting Komentar