✨ Rabi’ah al-Adawiyah: Perempuan Sufi yang Tak Butuh Surga untuk Mencintai Allah

🌟 Karena cinta yang tak minta apa-apa justru memberi segalanya
🕌 Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
🌌 Ketika Cinta Tak Lagi Tentang Balasan
"Aku tidak menyembah-Mu karena takut neraka, atau ingin surga. Aku menyembah-Mu... karena Engkau pantas dicintai."
Di dunia yang sibuk menghitung pahala, menyusun mimpi tentang surga, dan takut pada neraka, Rabi’ah al-Adawiyah hadir membawa pesan langka: cinta yang murni. Ia tidak meminta apa pun. Tidak surga. Tidak perlindungan dari neraka. Ia hanya ingin satu hal: Allah.
Cintanya seperti mata air—jernih, sunyi, dan tak mengharap kembali.
🔥💧 Obor dan Kendi: Dua Simbol yang Menggetarkan
Suatu hari, orang-orang melihat Rabi’ah berjalan membawa obor di tangan kanan dan kendi air di tangan kiri.
“Apa yang hendak kau lakukan dengan itu?” tanya mereka.
Ia menjawab dengan mata yang penuh nyala cinta:
“Aku ingin membakar surga dan memadamkan neraka, agar tak ada lagi yang menyembah Allah karena takut atau mengharap balasan—tapi karena cinta semata.”
Cintanya bukan lemah. Tapi kuat, justru karena tak bersyarat.
🧕 Dari Budak Menjadi Kekasih Allah
Rabi’ah terlahir dari keluarga miskin di Basrah. Ketika masih kecil, ia terpisah dari keluarganya dan dijual sebagai budak. Namun justru di tengah keterasingan itulah ia menemukan cahaya. Ia belajar, beribadah, dan menyalakan api cinta dalam hatinya.
Setelah dimerdekakan, ia memilih hidup zuhud. Ia menolak lamaran dari ulama besar seperti Hasan al-Bashri. Bukan karena sombong, tapi karena hatinya sudah penuh. Bukan oleh dunia. Tapi oleh Allah.
“Cinta dunia dan cinta Allah tak bisa tinggal dalam satu hati.”
– Rabi’ah al-Adawiyah
Dalam sejarah tasawuf, ia menjadi pionir—bukan dengan kata-kata rumit, tapi dengan cinta yang sederhana dan dalam.
🌌 Doa yang Menembus Langit
Di malam sunyi, Rabi’ah mengangkat tangannya dan berdoa:
“Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya.
Jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, jauhkan aku darinya.
Tapi jika aku menyembah-Mu karena cinta pada-Mu, maka jangan palingkan wajah-Mu dariku.”
Doa ini bukan sekadar lirik puitis. Ia adalah jeritan jiwa yang telah terbebas dari pamrih.
📖 Cinta yang Jadi Jalan Tertinggi
“Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya demi mencari keridaan Allah.”
(QS. Al-Baqarah: 207)
Cinta Rabi’ah adalah bentuk mahabbah ilahiyyah—cinta ilahi yang menjadi puncak perjalanan spiritual. Dalam teori psikologi transpersonal, cinta seperti ini melampaui kebutuhan dasar dan mencapai puncak aktualisasi ruhani (Maslow, Toward a Psychology of Being).
Ia membuktikan, bahwa seorang perempuan, meski tanpa gelar dan harta, bisa menjadi poros spiritual bagi zamannya.
🤔 Refleksi: Jika Surga Tak Dijanjikan, Masihkah Kita Sujud?
Apa yang mendorong ibadah kita?
Apakah cinta kita pada Allah murni... atau syaratnya terlalu banyak?
Jika doa kita belum dijawab, apakah kita tetap bersujud?
Jika dunia tidak memihak, apakah hati kita tetap berharap hanya kepada-Nya?
Rabi’ah tidak pernah menuntut. Ia hanya ingin satu hal:
“Jangan palingkan wajah-Mu dariku.”
🎯 Tantangan Kecil ala Rabi’ah al-Adawiyah
Hari Ini:
✅ Lakukan satu ibadah hanya karena cinta
✅ Ucapkan dzikir tanpa tergesa—rasakan hadirat-Nya
✅ Ubah niat dari “ingin pahala” menjadi “ingin dekat”
✅ Tahan keluhan, ganti dengan satu kalimat syukur
Pekan Ini:
✅ Tulis jurnal reflektif: "Apa bentuk cintaku kepada Allah?"
✅ Luangkan waktu untuk ibadah sunyi tanpa pengakuan
✅ Bacakan kisah Rabi’ah untuk teman yang sedang futur
✅ Perbanyak doa bukan karena ingin, tapi karena rindu
🌠 Penutup: Cinta yang Membebaskan
Ya Allah...
Ajari kami untuk mencintai-Mu seperti Rabi’ah mencintai-Mu:
Tanpa syarat, tanpa alasan, tanpa lelah.
Bukan karena kami butuh sesuatu, tapi karena Engkau memang layak dicintai.
Aamiin.
🕌 Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
📚 Referensi:
-
Fariduddin Attar, Tazkiratul Awliya
-
Margaret Smith, Rabi‘a the Mystic and Her Fellow-Saints in Islam
-
QS. Al-Baqarah: 207
-
Maslow, Toward a Psychology of Being
Komentar
Posting Komentar