Adab Sebelum Ilmu: Warisan Imam Malik bin Anas untuk Zaman Kini
“Apa jadinya ilmu tanpa adab? Ia bisa menjadi terang yang membakar, bukan menerangi.”
Di zaman ketika ilmu begitu mudah disebar, tapi adab kerap dilupakan, kisah Imam Malik menjadi oase. Bukan karena banyaknya fatwa yang ia hasilkan. Tapi karena sikapnya yang tegak berdiri di atas prinsip, meski dunia menggoda dari segala sisi.
Dan semua itu berawal… dari pesan seorang ibu.
👶 Masa Kecil: Di Mana Adab Ditanam Lebih Dulu
Lahir di Madinah tahun 93 H, Imam Malik tumbuh dalam rumah yang lebih dulu menanam adab sebelum kitab. Ibunya, wanita salehah yang penuh hikmah, pernah berkata:
“Pergilah kepada Rabi’ah. Belajarlah adabnya sebelum ilmunya.”
Petuah ini menjadi akar hidup Imam Malik. Ia belajar kepada lebih dari 900 guru, termasuk ulama tabi’in besar. Tapi bukan hanya ilmunya yang menyinari zamannya—melainkan sikapnya yang merunduk saat menyebut nama Rasulullah ﷺ.
📚 Guru utama: Nafi’, murid terpercaya dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu.
📖 Gaya belajar: Sedikit bicara, banyak makna. Dalam diamnya, lahir wibawa.
📘 Ilmu yang Mengakar, Mazhab yang Menghidupkan
Imam Malik dikenal sebagai “Imam Darul Hijrah”, imamnya Madinah. Ia tak terburu-buru dalam meriwayatkan hadis. Jika tak yakin sanad dan makna, ia lebih memilih diam.
📖 Al-Muwaththa’, karyanya yang legendaris, menjadi kitab hadis-fiqih tertua yang masih dipelajari hingga kini. Dari tangannya, lahir Mazhab Maliki yang menyebar hingga Afrika Utara dan Andalusia.
“Tidak akan lurus akhir umat ini kecuali dengan apa yang meluruskan generasi awalnya.”
— Imam Malik
🛡️ Teguh di Tengah Tekanan: Ulama yang Tak Bisa Dibeli
Pernah suatu masa, penguasa Abbasiyah menekan Imam Malik agar memfatwakan bahwa baiat kepada khalifah tetap sah meski dipaksa. Ia menolak.
“Sumpah yang dipaksa tidak sah.”
Akibatnya, ia dicambuk di hadapan umum. Tapi pundak yang berdarah itu tak pernah menunduk pada dunia.
“Aku tidak ingin menjual ilmuku demi dunia.”
Di sini kita belajar: ulama bukan corong penguasa. Tapi suara nurani yang menjaga prinsip.
🌿 Warisan Imam Malik: Nilai yang Melampaui Zaman
Dari jejaknya, kita menangkap empat cahaya utama:
🟢 Adab sebelum ilmu — Karena belajar bukan hanya tentang “apa”, tapi juga “bagaimana”
🟢 Keteguhan pada prinsip — Bahkan saat nyawa dan martabat dipertaruhkan
🟢 Wibawa dalam diam — Saat menyebut nama Rasulullah ﷺ, wajahnya pucat karena hormat
🟢 Ilmu yang hidup — Al-Muwaththa’ tidak hanya jadi referensi, tapi membentuk peradaban
“Ilmu adalah cahaya. Dan cahaya tidak diberikan kepada ahli maksiat.”
— Imam Malik
🤝 Hubungan yang Mendidik, Bukan Memanjakan
Imam Malik bukan hanya pengajar ilmu, tapi pendidik jiwa. Ia dikenal tegas, bahkan terhadap murid-muridnya sendiri. Di majelisnya, tidak ada senda gurau yang tak perlu, tidak ada sikap gegabah. Semua duduk dengan penuh takzim.
Salah satu muridnya yang terkenal, Imam Syafi’i, pernah berkata:
“Ketika aku membaca Al-Muwaththa’ kepada Imam Malik, aku membacanya seperti membaca Al-Qur’an—karena ia tidak suka terburu-buru.”
Ia mengajarkan bahwa ilmu tidak cukup hanya dikejar—tapi harus dijaga, dihormati, dan dijalani. Sikap inilah yang membuat murid-muridnya tumbuh menjadi pelita umat.
📖 Kilau Hikmah dari Al-Muwaththa’
Kitab Al-Muwaththa’ bukan hanya kumpulan hadis dan fatwa. Ia adalah cermin akhlak dan ketelitian Imam Malik dalam menyaring ilmu. Kitab ini memuat lebih dari 1.700 riwayat, disusun dengan runtut dan elegan.
Salah satu kutipan yang mewakili jiwanya:
“Aku menulis dalam kitab ini yang kukira benar. Tapi bisa saja yang benar itu ada di sisi orang lain.”
Kerendahan hati ilmiah seperti ini jarang kita jumpai hari ini. Imam Malik tahu: kebenaran itu luas, dan ilmu bukan alat menyombongkan diri.
✨ Jejak Cahaya yang Menghidupkan Batin
Kisah Imam Malik bukan untuk disanjung, tapi untuk ditiru. Ia tidak meninggalkan harta yang melimpah. Tapi ia meninggalkan cahaya yang menyala dalam jiwa para murid dan lembaran kitab.
🧭 Relevansi untuk Hari Ini
Di zaman ini, kita melihat:
⚠️ Ilmu viral, tapi dangkal
⚠️ Adab hilang dalam kompetisi opini
⚠️ Prinsip dikorbankan demi penerimaan sosial
Imam Malik hadir sebagai teladan diam-diam yang mengajarkan:
🌱 Ilmu tanpa akhlak hanya jadi beban
🌱 Kebenaran tak harus ramai
🌱 Kemuliaan ada dalam konsistensi, bukan kepopuleran
🤔 Apa yang Bisa Kita Renungkan?
“Yang paling banyak bicara belum tentu paling dalam ilmunya.”
Imam Malik tidak mengejar panggung. Tapi warisannya sampai ke kita hari ini.
Tanyakan pada diri kita:
-
Apakah kita menjaga adab ketika menuntut ilmu?
-
Apakah prinsip kita goyah saat dunia menawarkan kemudahan?
-
Apakah kita lebih ingin dikenal... atau lebih ingin bermanfaat?
🎯 Langkah Nyata: Menjadi Murid Zaman Ini
✅ Hari Ini:
-
Tahan komentar yang tak perlu di grup belajar
-
Hormati guru, bahkan saat kita tak setuju
-
Pelajari ulang kisah Imam Malik
-
Bersihkan niat sebelum menuntut ilmu
✅ Pekan Ini:
-
Jaga adab dalam semua forum diskusi
-
Simpan 1 kutipan Imam Malik sebagai pengingat
-
Tulis jurnal pribadi: “Apa adab terbesar yang belum aku jaga?”
-
Hentikan satu kebiasaan lisan yang tak pantas saat bicara soal ilmu
🙏 Doa Penutup
Ya Allah, jadikan kami penuntut ilmu yang lebih dahulu menundukkan diri, sebelum mengangkat pena. Karuniakan kami adab yang menjaga, bukan hanya wawasan yang menambah. Aamiin.
🌟 Jejak Cahaya: Belajar Bukan Demi Tahu, Tapi Demi Tunduk
📚 Referensi:
-
Al-Zahabi, Siyar A‘lam al-Nubalā’
-
Ibn Kathir, Al-Bidāyah wa al-Nihāyah
Komentar
Posting Komentar