Ilmu Tanpa Adab Adalah Kesombongan: Hikmah dari Imam Syafi’i

                                             Kaligrafi Thuluth bertuliskan “الإمام الشافعي” berwarna emas di atas latar hijau zamrud bertekstur klasik, dengan teks Latin “Imam Al-Syafi’i” di bawahnya dalam font serif elegan. Dihiasi ilustrasi kitab terbuka, pena bulu, tinta, dan rak buku di latar belakang, memberikan kesan keilmuan, kebijaksanaan, dan adab luhur.

"Ilmu yang tidak melahirkan adab hanyalah kesombongan terselubung."

Tak banyak nama dalam sejarah Islam yang menyatu antara kedalaman ilmu dan keindahan adab. Tapi Imam Syafi’i adalah satu di antaranya. Di tengah perdebatan dan keragaman pandangan, beliau hadir seperti mata air: menyegarkan, meneduhkan, dan menumbuhkan.


🌿 Cahaya yang Tumbuh di Lorong Gaza

Lahir pada 150 H di Gaza, Palestina, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i kehilangan ayah sejak kecil. Ibunya miskin, tapi kaya jiwa. Ia mencintai ilmu, dan cinta itulah yang menuntun Syafi’i kecil menyusuri jalan ilmu dengan tekun.

Di usia 7 tahun, ia telah hafal Al-Qur’an. Belum genap 10 tahun, ia menghafal Al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Ia menulis di pelepah kurma dan tulang karena tak mampu membeli kertas.

Tekadnya lebih kuat dari fasilitas. Dan itulah cahaya pertama yang menyalakan dunia ilmu.


🗺️ Hijrah Ilmu: Dari Hijaz ke Iraq

Setelah belajar kepada Imam Malik di Madinah, ia menuntut ilmu ke Yaman, lalu Iraq. Di Kufah dan Basrah, ia bersentuhan dengan pendekatan ahlul ra’yi yang mengedepankan logika dan qiyas.

Alih-alih menolak, ia justru menyatukan pendekatan Hijaz (tekstual) dan Iraq (rasional). Dari situ lahirlah Madzhab Syafi’i: jalan tengah antara nash dan akal, antara dalil dan konteks.

Ilmunya tidak kaku. Tapi juga tidak liar.


🤝 Ilmu yang Menunduk dalam Adab

Imam Syafi’i berbeda bukan karena ilmunya saja, tapi karena sikapnya dalam ilmu. Ia berkata:

"Pendapatku benar tapi bisa salah. Pendapatmu salah tapi bisa benar."

Ketika membuka kitab di hadapan Imam Malik, ia membalik lembar dengan pelan agar tidak mengganggu. Ia tak pernah meninggikan suara dalam debat. Bahkan jika menang, ia tetap merendah.

Ia alim, sekaligus halim (lembut). Ilmunya tajam, tapi tidak menyayat.


📖 Dari Pena Menjadi Tradisi

Dua karya monumentalnya adalah:

  1. Ar-Risalah: kitab ushul fiqih pertama dalam sejarah Islam

  2. Al-Umm: kumpulan pendapat fiqih yang disusun dengan logika dan adab

Madzhabnya menyebar dari Mesir ke Asia Tenggara. Ia bukan sekadar ulama, tapi pendidik cara berpikir umat. Ia tidak hanya menulis hukum, tapi mewariskan kerangka akal dan nurani.


💔 Tenggelamnya Matahari, Tapi Sinarnya Tak Padam

Wafat pada tahun 204 H di Mesir, di usia sekitar 54 tahun. Ia tidak meninggalkan harta, tapi meninggalkan jejak keilmuan dan ketundukan yang tak lekang zaman.

Imam Ahmad berkata: "Jika Syafi’i tak ada, kami seperti kafilah tanpa penunjuk jalan."

Dan benar, hingga hari ini, sinarnya masih menjadi petunjuk banyak jiwa.


🌈 Pelajaran dari Imam Syafi’i

Ilmu itu tunduk, bukan meninggi
Adab adalah ruh dari ilmu
Perbedaan bukan alasan membenci, tapi ruang memahami
Menang dalam debat tak berarti benar di sisi Allah
Ilmu bukan seberapa banyak berbicara, tapi seberapa dalam mendengar

"Barang siapa belajar ilmu tapi tak memperbaiki adabnya, maka ilmu itu justru akan menjauhkannya dari Allah."


😔 Refleksi: Sudahkah Ilmu Kita Menundukkan Hati Kita?

Zaman ini gemar berdebat. Tapi kita butuh lebih banyak Syafi’i:

  • Yang memuliakan ilmu tanpa merasa tinggi

  • Yang menyampaikan kebenaran dengan kelembutan

  • Yang berbeda pendapat tapi tetap bersaudara

Apakah ilmu kita membuat kita lebih rendah hati?
Apakah ucapan kita menghidupkan atau menyakiti?


🎯 Tantangan Syafi’i untuk Kita Hari Ini

Hari Ini:

  • Tulis satu pelajaran yang membuatmu lebih tunduk, bukan lebih sombong

  • Ucapkan pendapat berbeda tanpa merendahkan

  • Pelajari ulang kisah Imam Syafi’i

  • Tahan diri dari debat yang tak perlu

Pekan Ini:

  • Baca ulang Ar-Risalah atau satu kutipan darinya

  • Ajarkan satu prinsip adab dalam belajar kepada teman/anak

  • Hapus satu unggahan yang menyindir atau menghakimi

  • Renungkan: "Apa adab yang belum aku jaga dalam menuntut ilmu?"


🙏 Doa Penutup

Ya Allah, jadikan ilmu kami penerang, bukan pembakar. Jadikan hati kami tunduk saat paham, bukan tinggi saat tahu. Tumbuhkan dalam diri kami adab sebelum ucapan, dan hikmah sebelum perdebatan. Aamiin.


🕌 Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


🌟 Jejak Cahaya: Karena Ilmu yang Menunduk Lebih Terang dari Kebenaran yang Dibentak.


📚 Referensi:

  1. Al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i

  2. Al-Dzahabi, Siyar A‘lam al-Nubala’


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumayyah binti Khayyat & Keteguhan yang Menembus Langit

Suara Zainab: Keberanian Putri Ali yang Menggetarkan Kekuasaan

AI dalam Dakwah: Manfaat, Bahaya, dan Hikmah yang Harus Dijaga