🕌 Menjaga Tauhid di Era Popularitas: Fenomena Syirik Digital dan Cara Menyucikan Niat

 

Ilustrasi digital semi-realistis seorang pemuda Muslim mengenakan taqiyah putih dan jubah biru duduk tenang di bawah cahaya bulan purnama sambil memegang ponsel, simbol menjaga tauhid dan ketenangan hati di era digital

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan seluruh pengikut beliau hingga akhir zaman.


🌐 Ujian Tauhid di Era Digital

Sahabat yang dirahmati Allah,
setiap zaman punya ujiannya sendiri. Jika dahulu berhala hadir dalam bentuk patung batu, kini ia berwujud lebih samar—terselubung di balik notifikasi, angka followers, dan validasi sosial.

Inilah syirik zaman now: saat hati lebih bergantung pada selain Allah untuk merasa aman, bahagia, atau berharga. Ia datang halus, nyaris tak terlihat, tapi mampu mengikis iman setetes demi setetes.

“Maka janganlah kamu menyeru (berdoa) kepada tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak termasuk orang-orang yang diazab.”
(QS. Asy-Syu‘ara: 213)

Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini: larangan ini bukan hanya soal menyembah patung, tetapi juga segala bentuk penyandaran hati selain kepada Allah.


📱 Popularitas: Berhala Baru di Media Sosial

Data terbaru (2024) menunjukkan:

  • 77% penduduk Indonesia aktif di media sosial.

  • Konten religi termasuk tren paling populer.

  • Fenomena “sedekah live streaming” di TikTok ditonton ratusan ribu orang.

Pertanyaannya: apakah amal ini murni karena Allah, atau sekadar karena audiens?

🌑 Apakah kita lebih gundah kehilangan kuota internet, atau kehilangan air mata dalam doa malam?

Jika dulu berhala berbentuk patung, kini ia bisa berupa angka digital:

  • Followers yang harus dijaga,

  • Likes yang dikejar,

  • Views yang dijadikan ukuran harga diri.


🔍 Riya Digital: Saat Amal Menjadi Konten

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil.”
Para sahabat bertanya: “Apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Riya.”
(HR. Ahmad)

Di era digital, riya punya wajah baru:

  • Mengunggah sedekah bukan untuk syiar, tapi demi validasi.

  • Menjadikan shalat atau tilawah sebagai konten, bukan inspirasi.

  • Mengejar branding “soleh” di dunia maya, sementara hati lupa pada Allah.

📊 Sebuah survei Katadata Insight Center (2024) menemukan:
48% pengguna media sosial merasa tertekan untuk terlihat religius. Amal saleh sering diukur dari seberapa viral, bukan seberapa ikhlas.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim)


💡 Ciri Hati yang Mulai Bergantung pada Selain Allah

  • 🌑 Mudah gelisah ketika tidak mendapat pujian manusia.

  • 🌑 Merasa kosong tanpa pengakuan sosial.

  • 🌑 Amal terasa hambar jika tidak terlihat publik.

  • 🌑 Lebih sibuk mengecek komentar orang daripada mengoreksi niat di hadapan Allah.

Imam Al-Ghazali menulis dalam Ihya’ Ulumuddin:

“Ikhlas adalah ketika amalmu tidak berubah, baik dilihat manusia maupun tidak.”


🌿 Menjaga Tauhid di Tengah Badai Validasi Sosial

Menjaga hati dari syirik digital butuh latihan konsisten, bukan sekadar teori.
Beberapa langkah sederhana yang bisa kita coba:

  1. 🌿 Dzikir sebelum membuka ponsel
    Letakkan Allah di awal setiap aktivitas.

  2. 🌿 Audit niat sebelum posting
    Tanyakan: syiar atau pamer?

  3. 🌿 Jeda digital
    Sediakan satu hari tanpa medsos untuk menata hati.

  4. 🌿 Perbanyak amal rahasia
    Doa malam, sedekah diam-diam, dzikir tersembunyi.

“Barangsiapa menjadikan Allah sebagai tujuan utamanya, Allah akan cukupkan segala urusannya. Barangsiapa menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah akan biarkan ia dikuasai dunia.”
(HR. Tirmidzi)


📝 Challenge 7 Hari Menjaga Tauhid Digital

💡 Coba lakukan latihan ini:

  • Hari 1: Niatkan semua aktivitas online karena Allah.

  • Hari 2: Lakukan 1 amal rahasia yang tak seorang pun tahu.

  • Hari 3: Shalat malam tanpa unggahan apapun.

  • Hari 4: Nonaktifkan notifikasi medsos sehari penuh.

  • Hari 5: Audit postingan terakhir—apakah syiar atau pamer?

  • Hari 6: Baca 1 halaman Qur’an sebelum membuka ponsel.

  • Hari 7: Tulis doa pribadi dan simpan diam-diam di catatan.


🪞 Refleksi Penutup

Sahabatku, syirik zaman now sering samar, tapi dampaknya nyata.
Apakah kita lebih sibuk menjaga citra digital daripada menjaga citra hati di hadapan Allah?
Apakah kita lebih takut kehilangan engagement daripada kehilangan keikhlasan?

Inilah jihad hati di era popularitas: berperang melawan bisikan riya, menolak berhala likes dan views, dan mengembalikan hati hanya kepada Allah.

🌿 Mari mulai hari ini dengan satu amal kecil—yang hanya Allah tahu. Biarkan ia menjadi benteng tauhid, penjaga iman, dan perisai dari syirik yang samar.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


📚 Daftar Referensi

  • Al-Qur’an, Surah Asy-Syu‘ara (26): 213 – Tafsir Ibnu Katsir

  • HR. Ahmad, Musnad – tentang syirik kecil (riya)

  • HR. Muslim – Allah melihat hati dan amal

  • HR. Tirmidzi, Kitab Zuhud

  • Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Bab Ikhlas



📖 Baca juga:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

✨Singa Betina dari Quraisy: Shafiyyah binti Abdul Muthalib, Benteng Iman Sepanjang Zaman

🕌Meneladani Akhlak Nabi ﷺ: Rahasia Ketenangan Jiwa dari Senyum, Kata, dan Hati

🌌Belajar Mendengarkan Menurut Islam: Hadir dengan Hati, Bukan Sekadar Telinga