Sibuk Sepanjang Hari, Tapi Jauh dari Allah?

Gambar latar gradasi oranye dengan teks tegas “Sibuk Sepanjang Hari, Tapi Jauh dari Allah?” dan subjudul reflektif tentang budaya sibuk yang sering dianggap hebat namun bisa menjauhkan dari tujuan hidup yang hakiki.
                                                     

Refleksi tentang budaya sibuk yang sering dianggap hebat, padahal bisa menjauhkan kita dari tujuan hidup yang sebenarnya.


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Di zaman ini, sibuk dianggap keren.
Jadwal padat penuh agenda, rapat dari pagi hingga malam, mata lelah memandangi layar—semua jadi standar hidup “berhasil”.
Semakin sibuk, semakin dihormati.
Semakin sibuk, semakin merasa berarti.

Tapi di tengah hiruk-pikuk itu, pernahkah kita diam sejenak dan bertanya:
“Apakah semua kesibukan ini mendekatkan aku pada Allah, atau justru menjauhkan?”


🕰️ Budaya Sibuk: Antara Prestasi dan Pelarian

Seorang ayah pulang larut malam hampir setiap hari. Untuk keluarganya, katanya.
Tapi anak-anaknya lebih akrab dengan babysitter dan tablet.
Ia mengaku lelah karena kerja, tapi tak pernah lelah karena sujud.
Kesibukannya produktif secara finansial—tapi gersang secara ruhani.

Betapa banyak dari kita sibuk mengurus manusia, tapi lupa mempersiapkan jawaban untuk Allah.
Sibuk mengejar pencapaian dunia, tapi lupa menabung untuk kampung akhirat.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu padanya: kesehatan dan waktu luang.”
(HR. Bukhari)


📖 Islam Menghargai Kesibukan yang Bermakna

Islam bukan agama yang menyuruh umatnya bermalas-malasan.
Justru, Islam mengajarkan kesibukan yang bernilai:

  • Bekerja adalah ibadah

  • Menuntut ilmu adalah jihad

  • Mengurus keluarga adalah amal shalih

  • Berdakwah adalah investasi abadi

Allah ﷻ berfirman:

“Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”
(QS. Al-Insyirah: 7–8)

Tapi jangan salah…
Kesibukan baru jadi ibadah jika diniatkan lillahi ta'ala.
Kalau tidak, ia hanya jadi aktivitas kosong yang melelahkan.


🔄 Sibuk atau Sekadar Lupa Diri?

Mari tanya diri sendiri:

  • Apakah kesibukanku hari ini mendekatkan aku pada Allah?

  • Kapan terakhir kali aku punya waktu untuk membaca Al-Qur’an tanpa tergesa?

  • Adakah waktuku untuk sujud sunyi di malam hari?

  • Apakah aku sibuk mengejar dunia, atau sedang sibuk melupakan akhirat?

“Kesibukan yang tidak mengantar pada dzikir hanyalah suara tanpa ruh.
Aktivitas yang tak berujung pada taqwa hanyalah langkah tanpa arah.”


🌙 Saatnya Menyusun Ulang Prioritas

Hening bukan kelemahan.
Tidak padat jadwal bukan berarti tidak sukses.
Bisa jadi, mereka yang diam di masjid lebih sibuk di sisi Allah
daripada yang sibuk di timeline, tapi lupa waktu shalat.

Coba renungkan:

  • Apakah aku benar-benar produktif, atau hanya sibuk tanpa arah?

  • Sibuk bekerja—tapi lupa waktu dhuha.

  • Sibuk mengabdi—tapi lupa berdzikir.

  • Sibuk mengejar—tapi lupa untuk berhenti dan menyapa Rabb-nya.


✨ Penutup: Jangan Hanya Sibuk Hidup, Tapi Sibuk Menuju Surga

Semoga hari-hari kita tak hanya penuh agenda,
tapi juga penuh makna.
Semoga kita tak hanya punya kesibukan,
tapi juga punya ketersambungan dengan Allah.

Karena pada akhirnya…

“Kesibukan tanpa Allah hanyalah kelelahan yang sia-sia.”


💭 Refleksi & Aksi Hari Ini:

  • Jadwalkan 15 menit hari ini hanya untuk Allah—tanpa gawai, tanpa gangguan.

  • Kurangi satu aktivitas duniawi yang tidak penting.

  • Tambahkan satu kebiasaan ruhani harian, sekecil apa pun itu.

  • Bagikan tulisan ini pada sahabatmu yang sibuk—karena bisa jadi, ia hanya butuh satu jeda untuk kembali sadar.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Baca juga:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumayyah binti Khayyat & Keteguhan yang Menembus Langit

Suara Zainab: Keberanian Putri Ali yang Menggetarkan Kekuasaan

AI dalam Dakwah: Manfaat, Bahaya, dan Hikmah yang Harus Dijaga