🌌 Menghidupkan Komunikasi dalam Ukhuwah Islamiyah: Mencegah Retaknya Persaudaraan Muslim
🌙 Bara yang Padam karena Diam
Hubungan manusia ibarat api kecil yang harus dijaga. Bila diberi kayu, ia menyala; bila dibiarkan tanpa perhatian, ia padam perlahan.
Ukhuwah Islamiyah—persaudaraan sesama muslim—juga demikian. Ia bukan sekadar status “saudara seiman”, melainkan sebuah ikatan hati yang perlu dirawat dengan komunikasi.
Sayangnya, banyak persaudaraan padam hanya karena diam. Tidak ada salam, tidak ada sapa, hanya gengsi yang meninggi dan jarak yang makin merenggang.
Pertanyaannya: apakah ukhuwah kita mati karena kita enggan berbicara?
📖 Ukhuwah dalam Pandangan Al-Qur’an dan Hadits
Allah ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”
(QS. Al-Hujurat: 10)
Dan dalam ayat lain:
“Berpeganglah kamu semua pada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.”
(QS. Ali Imran: 103)
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Mereka bertemu, yang satu berpaling dan yang lain berpaling. Yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai salam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalil ini menegaskan: ukhuwah bukan hanya tentang iman, tapi juga tentang komunikasi. Diam terlalu lama bisa berubah menjadi dosa, sementara salam sederhana bisa menjadi pintu surga.
🌿 Kisah Sahabat: Menyapa Lebih Dulu, Menang Lebih Banyak
Dalam sirah, kita membaca kisah dua sahabat yang berselisih. Mereka saling diam hingga beberapa hari. Rasulullah ﷺ menegur bahwa mendiamkan lebih dari tiga hari tidak dibenarkan.
Salah satu dari mereka akhirnya memberanikan diri memberi salam lebih dulu. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa dialah yang lebih baik di sisi Allah.
Pesan moralnya jelas: gengsi tidak sebanding dengan ukhuwah. Menyapa lebih dulu bukan berarti kalah, melainkan menang di hadapan Allah.
📱 Ujian Ukhuwah di Era Digital
Dulu, diam berarti tidak berkunjung atau tidak mengirim surat. Kini, diam berarti tidak membalas pesan WhatsApp, tidak memberi komentar di media sosial, atau bahkan “read” tanpa respon.
Fenomena silent treatment ini semakin sering terjadi. Bukan karena benci, tapi kadang karena malas, sibuk, atau sekadar gengsi. Namun dampaknya tetap sama: jarak hati makin melebar.
Ukhuwah hari ini diuji bukan hanya di masjid atau majelis, tapi juga di layar ponsel kita.
🧠 Dimensi Psikologi Komunikasi
Psikologi modern menjelaskan:
-
Diam berkepanjangan menimbulkan resentment → ganjalan hati yang menumpuk.
-
Saling menyapa memicu hormon oksitosin → hormon yang menumbuhkan rasa bahagia dan keterikatan.
-
Mendengarkan aktif menumbuhkan kepercayaan → orang yang didengar merasa dihargai.
Artinya, komunikasi bukan sekadar kata-kata. Ia adalah nutrisi bagi hati.
🌱 Menghidupkan Ukhuwah dengan Komunikasi Islami
Ada beberapa langkah praktis yang bisa kita lakukan:
-
Salam sebagai Awal
Rasulullah ﷺ mengajarkan, salam adalah kunci ukhuwah. Ucapkan salam lebih dulu, meski sederhana, agar hati tetap terhubung. -
Sapa Meski Singkat
Tidak perlu pesan panjang. Satu kalimat, “Apa kabar?” sudah cukup menjaga ikatan. -
Maaf Lebih Dulu
Jika ada kesalahpahaman, jangan menunggu. Meminta maaf lebih dulu adalah tanda kebesaran jiwa. -
Gunakan Teknologi untuk Silaturahim
Grup WhatsApp, Zoom, atau media sosial bisa jadi sarana mempererat, bukan memutus. Gunakan dengan niat baik. -
Dengar dengan Hati
Saat teman bercerita, dengarkan sepenuh perhatian. Kadang orang butuh telinga, bukan nasihat panjang. -
Doakan dalam Diam
Jika tak sempat menyapa, doakanlah. Doa diam-diam adalah bukti cinta ukhuwah.
💭 Ilustrasi Nyata: Dua Sahabat yang Renggang
Bayangkan dua sahabat lama, Ahmad dan Yusuf. Awalnya akrab, tapi kemudian terjadi salah paham kecil. Tidak ada komunikasi. Hari demi hari berlalu.
Awalnya hanya gengsi. Lama-lama, mereka tidak lagi hadir di acara yang sama. Ukhuwah pun retak.
Andai saja salah satu lebih dulu mengirim pesan: “Aku rindu kebersamaan kita, mari bertemu.” Mungkin retakan itu bisa terobati.
Kisah seperti ini nyata, dan sering terjadi di sekitar kita.
🕌 Hikmah Ulama tentang Persaudaraan
Imam Al-Ghazali berkata:
“Ukhuwah itu bukan sekadar bersaudara dalam senyum, tetapi bersaudara dalam doa, dalam menutupi aib, dan dalam menguatkan hati.”
Ibn Qayyim menulis:
“Hati yang hidup dengan kasih sayang akan mudah memaafkan, dan hati yang keras karena gengsi akan sulit mempertahankan ukhuwah.”
Kedua hikmah ini mengajarkan: komunikasi sejati lahir dari hati yang penuh kasih sayang.
🔍 Pertanyaan Reflektif
Sebelum kita diam terlalu lama, tanyakan pada diri sendiri:
-
Apakah diamku mendekatkanku pada Allah, atau justru menjauhkan dari ukhuwah?
-
Apakah gengsi lebih berharga daripada persaudaraan?
-
Apakah jika aku wafat esok, aku rela meninggalkan saudaraku dalam keadaan renggang?
🛠️ Solusi Bertingkat
-
Individu
-
Biasakan mengucap salam lebih dulu.
-
Singkirkan gengsi dalam meminta maaf.
-
-
Komunitas
-
Buat forum komunikasi terbuka.
-
Jadwalkan silaturahim rutin, meski sederhana.
-
-
Umat
-
Bangun budaya saling mendoakan.
-
Jadikan ukhuwah sebagai identitas umat Islam, bukan sekadar jargon.
-
🌟 Klimaks: Ukhuwah yang Mati dalam Diam
Ukhuwah tidak mati karena perbedaan besar. Ia sering mati karena diam kecil yang dibiarkan berlama-lama.
“Ukhuwah yang padam dalam diam bisa menjadi kehilangan terbesar umat. Hidupkan ia sebelum terlambat.”
🤲 Doa Penutup
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ.
“Ya Allah, satukan hati-hati kami, perbaikilah hubungan di antara kami, tunjukkanlah jalan keselamatan, dan selamatkan kami dari gelap menuju cahaya.”
📚 Referensi:
-
Al-Qur’an: QS. Al-Hujurat: 10, QS. Ali Imran: 103
-
HR. Bukhari-Muslim – larangan mendiamkan lebih dari tiga hari
-
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin – ukhuwah dalam doa dan menutupi aib
-
Ibn Qayyim, Madarij as-Salikin – tentang hati yang hidup dengan kasih sayang
Komentar
Posting Komentar