Mengapa Kita Selalu Merasa Kurang? Refleksi Ringan untuk Jiwa yang Lelah Mengejar


                                                  Ilustrasi ember bocor yang terus mengalirkan air ke tanah, melambangkan upaya mencari kebahagiaan yang sia-sia karena kekosongan batin


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Saudaraku yang dirahmati Allah,

Setiap dari kita mungkin pernah merasakan kosong, bahkan saat dunia seolah sudah memberi banyak.
Tulisan ini ditujukan untuk jiwa-jiwa yang lelah mengejar, dan ingin kembali menemukan ketenangan—bukan di luar sana, tapi di dalam sini.


๐Ÿ’ฌ Ketika Semua Ada, Tapi Masih Terasa Kosong

Kita hidup di era paling nyaman dalam sejarah manusia:
Pakaian melimpah, makanan mudah, hiburan tak pernah berhenti.

Tapi ada satu hal yang sering tetap terasa kurang: ketenangan batin.

Apa artinya saldo bertambah, gawai tercanggih, notifikasi ramai—
kalau setiap malam masih terasa hampa?

Mungkin, bukan karena kita kurang memiliki,
tapi karena kita jarang berhenti untuk benar-benar merasakan.


๐ŸŒช️ Kenapa Kita Tetap Merasa Kurang?

Pernahkah kamu berpikir:
"Kenapa aku masih gelisah, padahal semua sudah ada?"

Pakaian rapi.
Pekerjaan stabil.
Mobil terparkir di garasi.
Tapi… hati terasa tak ikut pulang.

Bukan soal benda.
Tapi tentang jiwa yang belum diajak bicara.

Kita hidup seperti menuangkan air ke ember bocor: tak pernah penuh.
Karena yang bocor, bukan kantong belanja—tapi ruang batin kita.


๐Ÿ“– Dua Cerita, Satu Kehampaan

๐Ÿ‘ฉ‍๐Ÿ’ผ Dina: Karier Naik, Hati Turun

Dina, eksekutif muda, kariernya gemilang. Tapi setelah pesta mewah, ia termenung di kamar:

“Semua ada. Tapi… kenapa aku menangis diam-diam malam ini?”

๐Ÿ‘จ‍๐Ÿ’ป Andi: Online Tiap Hari, Tapi Sepi

Andi aktif di media sosial. Tapi saat ia coba 3 hari tanpa notifikasi, ia menulis:

“Ternyata bukan validasi yang aku butuh. Tapi tenang… yang sudah lama hilang.”


๐Ÿ” Apa yang Sebenarnya Kita Kejar?

Dina dan Andi memperlihatkan satu hal:
kekosongan tidak selalu soal kekurangan materi, tapi kehilangan makna.

Kita tidak hanya butuh pencapaian. Kita butuh makna.
Tidak selalu lapar barang. Kadang kita hanya haus dimengerti.

“Kebahagiaan tidak tergantung pada hal-hal di luar diri kita, tapi pada cara kita memandangnya.” — Epictetus
“Yang manusia butuhkan bukan pujian, tapi didengar dan dipahami.” — Carl Rogers

Dan bagi sebagian dari kita, spiritualitas sederhana adalah tempat pulang yang sebenarnya.


๐Ÿชก Apakah Ini Tanda Kekosongan Emosional?

Tanyakan ke dirimu sendiri:

  • Apakah aku membeli sesuatu karena butuh, atau karena ingin terlihat punya?

  • Apakah aku butuh liburan, atau sebenarnya hanya lelah tapi tak bisa istirahat?

  • Apakah aku lapar makanan, atau sebenarnya butuh pelukan dan dimengerti?

Menurut Harvard Medical School, rasa syukur harian dapat meningkatkan kebahagiaan hingga 25%.
Yale Center for Emotional Intelligence menyebut: menulis rasa syukur membuat kita merasa lebih cukup.


๐Ÿ“ฆ Tips Mengurangi Kekosongan Emosional

๐Ÿ’ก Langkah-langkah sederhana yang bisa kamu mulai hari ini:

  • ๐Ÿ““ Tulis 3 hal yang kamu syukuri setiap malam

  • ๐Ÿ“ต Matikan notifikasi selama 1 jam tiap malam

  • ๐Ÿง‘‍๐Ÿค‍๐Ÿง‘ Luangkan 30 menit tanpa gawai bersama orang terdekat

  • ๐ŸงŽ‍♂️ Sisipkan doa syukur singkat sebelum tidur

  • ๐Ÿ“š Baca satu ayat Al-Qur’an sebagai cermin hati, bukan hanya rutinitas


๐Ÿง  Tantangan Kesadaran: Versi Fleksibel untuk Semua

Coba pilih satu tantangan berikut selama 3 hari:

✅ Kurangi screen time 50%, ganti dengan 30 menit aktivitas hening (menulis/jalan sore/berdoa)
✅ Tidak membuka e-commerce selama 3 hari — lihat lemari, syukuri yang sudah ada
✅ Setiap malam, tulis 3 hal yang kamu syukuri dan rasakan perubahannya

Kamu tidak harus mengubah hidup besar-besaran.
Cukup ubah cara kamu hadir dalam hidupmu sendiri.


๐ŸŽฏ Yuk Berbagi dan Terhubung

๐Ÿ“ธ Bagikan foto aktivitas journaling, membaca, atau refleksi singkatmu
๐Ÿง‘‍๐Ÿค‍๐Ÿง‘ Ajak satu teman untuk ikut tantangan kesadaran ini
๐Ÿ“ฌ Tulis di komentar: bagian mana dari tulisan ini yang paling menampar hatimu?


๐Ÿ™Š Penutup: Saatnya Pulang ke Dalam

Jika kamu masih merasa kosong meski sudah punya segalanya…
Mungkin yang kamu cari bukan lebih banyak,
tapi lebih dalam.

๐Ÿ’ก Malam ini, cobalah:

  • Matikan semua notifikasi 1 jam

  • Tulis 3 hal yang kamu syukuri

  • Tanyakan pada diri sendiri:

    “Apa kabar aku yang di dalam?”

Kalau jawabannya belum jelas, itu tandanya:
sudah waktunya pulang.


Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Semoga tulisan ini menjadi pengingat lembut untuk kita semua,
bahwa tenang itu bukan tentang punya banyak—tapi tentang tahu ke mana hati ini pulang.

Dan semoga kita dipertemukan oleh Allah… bukan karena kesamaan pencapaian,
tapi karena sama-sama sedang belajar merasa cukup.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumayyah binti Khayyat & Keteguhan yang Menembus Langit

Suara Zainab: Keberanian Putri Ali yang Menggetarkan Kekuasaan

AI dalam Dakwah: Manfaat, Bahaya, dan Hikmah yang Harus Dijaga