Imam Nawawi: Diam yang Menghidupkan Ilmu
“Seseorang tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam hal…”
— Imam An-Nawawi
🕌 Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Di tengah zaman yang riuh oleh opini dan pamor, masih adakah tempat bagi ketulusan yang tenang?
Masihkah ada ilmu yang tumbuh dari diam, bukan dari sorakan?
Sosok Imam An-Nawawi memberi kita jawabannya. Ulama besar yang namanya kita dengar di majelis-majelis ilmu, tapi kisah hidupnya justru tersembunyi di balik ketenangan yang luar biasa.
👦🏻 Tangisan Seorang Anak untuk Ilmu
Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi—itulah nama lengkapnya. Ia lahir di kota kecil Nawa, Suriah (Syam), pada tahun 631 H (1233 M). Sejak kecil, tanda-tanda kecintaan pada ilmu sudah tampak jelas.
Diceritakan oleh ayahnya, suatu hari kecil Nawawi menangis bukan karena mainan, bukan karena lapar, tapi karena ia ingin membaca… dan ayahnya memintanya istirahat.
Tangisan itu bukan hanya emosi. Tapi panggilan jiwa. Sejak saat itu, jalan hidupnya seakan telah ditetapkan: menjadi pelayan ilmu sepanjang usia.
📚 12 Pelajaran Sehari, Satu Tujuan Seumur Hidup
Saat hijrah ke Damaskus, pusat ilmu dunia saat itu, Imam Nawawi benar-benar menyelam ke dalam samudra ilmu. Ia belajar di Madrasah Rawahiyah dan Madrasah al-Ashrafiyyah, mengaji pada lebih dari 20 ulama besar zamannya.
Setiap hari, ia mempelajari 12 mata pelajaran berbeda—mulai dari fikih, hadis, tafsir, hingga bahasa Arab.
“Aku tidak pernah menyia-nyiakan waktuku sejak aku mengerti arti ilmu,” tulisnya.
Ia tidak menikah, tidak mengejar jabatan, bahkan tidak punya rumah pribadi. Semua waktunya diserahkan untuk mencatat, menghafal, menyalin, dan merenung.
📖 Karya yang Diam, Tapi Menggema Hingga Kini
Meski hidup hanya 45 tahun, ia meninggalkan warisan yang mengalahkan usia.
Di antara karya terkenalnya:
-
Riyadhus Shalihin, kitab akhlak dan hadis yang paling banyak dikaji di seluruh dunia Islam.
-
Al-Arba’in An-Nawawiyyah, kumpulan 42 hadis pokok yang ringkas tapi padat makna.
-
Syarah Shahih Muslim, penjelasan mendalam atas hadis Imam Muslim yang hingga kini masih menjadi rujukan utama.
Yang mengagumkan, semua ditulis dengan bahasa sederhana, tidak bertele-tele, dan penuh ketulusan. Karena tujuannya bukan mengesankan—tapi membimbing.
⚖️ Menolak Dunia, Menjaga Nurani
Di zaman Imam Nawawi, sebagian ulama mulai akrab dengan penguasa. Mereka menerima hadiah, jabatan, bahkan ikut dalam urusan politik.
Tapi Imam Nawawi… menolak semua itu.
“Jika aku menerima pemberian mereka, bagaimana aku bisa menasihati mereka dengan jujur?”
Ia bahkan diminta Raja untuk menulis fatwa membolehkan pajak dari rakyat demi kepentingan kerajaan—dan ia menolaknya mentah-mentah.
Kejujuran itulah yang membuat ilmunya bersinar. Karena ia tidak menjual kebenaran. Ia menjaganya, walau harus kehilangan kenyamanan dunia.
🌿 Apa yang Bisa Kita Warisi dari Imam Nawawi?
Ia telah tiada. Tapi jejaknya tak pernah padam. Ia tidak meninggalkan popularitas, tapi meninggalkan prinsip.
Yang bisa kita teladani:
✅ Gunakan waktu dengan bijak
✅ Pelajari ilmu untuk menuntun, bukan menunjuk
✅ Jaga niat dan integritas saat dunia menawarkan ketenaran
✅ Jadikan ilmu sebagai cahaya, bukan alat pembenaran
📌 Tantangan 3 Hari Menjadi Murid Imam Nawawi
💡 Hari Pertama:
Tolak satu gangguan (gadget, gosip, scroll medsos). Ganti dengan 15 menit membaca ilmu.
💡 Hari Kedua:
Tulis satu paragraf refleksi dari satu hadis Nawawi. Tulis hanya untuk hatimu sendiri.
💡 Hari Ketiga:
Doakan satu guru, ustaz, atau siapapun yang pernah mengenalkanmu pada ilmu.
🪞 Renungan untuk Kita Hari Ini
💭 Apakah aku belajar untuk menuntun… atau untuk menang debat?
💭 Jika hidupku ditulis, akan jadi kisah tentang apa?
💭 Apa satu ilmu hari ini yang bisa jadi amal jariyah esok?
🕊 Penutup: Tidak Terkenal, Tapi Tak Terlupakan
Imam Nawawi tidak dikenal lewat akun media sosial. Ia tidak berdiri di atas panggung gemerlap. Tapi setiap kalimatnya masih hidup, membimbing orang yang mencari makna… dalam sunyi.
Karena yang bernilai bukan yang paling ramai,
tetapi yang paling jujur menemani.
Semoga kita bisa menjadi murid kecil dari semangat besarnya.
Walau tak sesempurna ilmunya,
setidaknya kita bisa meniru kesungguhannya.
🕌 Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
📚 Referensi:
-
Riyadhus Shalihin, Al-Arba’in An-Nawawiyah, Syarh Muslim – Imam An-Nawawi
-
Siyar A‘lam al-Nubalā’, Imam Adz-Dzahabi
-
HR. Bukhari
-
Refleksi para ulama kontemporer atas warisan Imam Nawawi
Baca juga:
Komentar
Posting Komentar